Kpt. Laut (KH) Djemy Wagiu
Angin dan matahari adalah anugerah Tuhan yang tidak terbatas yang tidak pernah habis-habisnya sejak bumi ini diciptakan sampai sekarang. Dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat saat ini manusia mulai menciptakan pembangkit listrik tenaga angin dan matahari. Selain pembangkit-pembangkit listrik lain yang sudah lama digunakan oleh manusia diantaranya (PLTA, PLTU, PLTG, PLTN dan lain) yang sudah tersosialisasi pada Negara-negara maju dan berkembang.
Pembangkit listrik tenaga angin dan matahari sangat cocok untuk wilayah pesisir pantai yang memiliki cuaca yang berubah-ubah. Seperti pada Nusa Tenggara Timur terutama di desa Oeledo Ka-bupaten Rote menjadi desa percontohan pembangunan pembangkit listrik tenaga angin dan matahari. Karena kondisi Negara Kepulauan Republik Indonesia yang terdiri dari pulau-pulau kecil dan dihuni oleh masyarakat pesisir, yang memiliki tingkat ekonomi dan sosial budaya sangat memprihatinkan, salah satu penyebab utama minimnya ekonomi dan sosial budaya masyarakat pesisir adalah karena tidak adanya listrik.
Struktur Pembangkit Listrik Tenaga Angin dan Matahari
Pembangkit listrik tenaga angin dan matahari merupakan teknologi hibrida yang terbilang baru dan ramah lingkungan, pertama diperkenalkan oleh Guiseppe seorang doktor dari perusahaan listrik Italia tahun 1995.
Dibandingkan dengan pembangkit listrik tenaga angin saja maupun tenaga matahari saja, teknologi hibrida ini jelas lebih tinggi karena tak sepenuhnya bergantung pada matahari. Maka, bila langit medung atau malam tiba dan matahari lenyap, pembangkit listrik akan digerakkan oleh kincir angin jadi listrikpun tetap mengalir.
Sebaliknya, ketika angin sedang loyo berhembus, panel-panel sel surya penangkap sinar matahari bisa terus memasok listrik. Pembangkit listrik ini cocok untuk daerah yang cuacanya sering berubah-ubah seperti di pesisir pantai. Teknologi pembangkit listrik ini sebenarnya tak rumit. la terdiri dari tiga bagian utama yaitu :
Kincir angin. Panel berisi sel surya dan Penyim-panan listrik seperti terlihat pada Gambar 1. Angin bertiup, bilah-bilah kincir akan bergerak memutar dinamo (dynamo) yang membangkitkan arus listrik. Listrik ini kemudian disalurkan ke bagian penyimpanan yang berupa sejumlah aki mobil. Pada saat yang sama, ketika matahari bersinar panel sel surya akan menangkap sinar untuk diubah juga menjadi listrik. Panel ini berisi sel photovoltaic yang terbuat dari dua lapis silicon. Ketika terkena sinar matahari, dua lapisan silicon akan menghasilkan ion positif dan negative, dan listrikpun akan tercipta. Listrik dari panel surya dan kincir angin itu masih berupa arus searah (direct current, DC). Padahal alat rumah tangga seperti televisi, radio, kulkas, dll, membutuhkan listrik berarus bolak-balik (alternating current, AC). Untuk itulah dibutuhkan inverter, pengubah arus DC menjadi AC 220 Volt. Pembangkit listrik ini bisa menghasilkan daya 50 kilowatt atau cukup untuk 600 kepala keluarga, dengan masing-masing keluarga memakai daya listrik 450 watt.
Kelebihan dan Kekurangan Pembangkit Listrik Tenaga Angin dan Matahari
Kelebihan :
1. Ramah Lingkungan (environmental friendly)
2. Praktis digunakan pada wilayah pesisir pantai
3. Tidak memerlukan perawatan khusus
4. Teknologinya tidak rumit
5. Disainnya dari bahan yang tidak mudah karatan (korosi)
6. Mudah mengoperasikan
Kekurangan :
1. Butuh biaya yang cukup besar untuk pembelian dan pelatihan operator teknis
2. Tersedianya suku cadang dan aki mobil yang cukup, apalagi letaknya jauh di pulau
Desa Percontohan Pembangkit Listrik Tenaga Angin dan Matahari
Berkat angin dan sang surya, desa Oeledo yang terpencil di tepi Selat Timor, Kabupaten Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur itu kini tidak lagi sunyi, malam-malam tak lagi gelap. Inilah listrik yang lahir dari perkawinan sang angin dan matahari.
Pembangkit listrik ini dibangun pada tahun 1997 oleh E7 (konsorsium perusahaan listrik dari tujuh negara maju, yakni : Kanada, Perancis, Jerman, Jepang, Italia, Inggris dan Amerika Serikat). Desa Oeledo dipilih karena letaknya terisolasi, punya potensi angin dan matahari yang cukup, serta belum ada listrik dari PLN seperti pada Gambar 2. Masyarakat desa Oeledo sebelum ada listrik kondisinya sangat memprihatinkan (nelangsa), Ketika listrik mulai mene-rangi desa, kehidupan warga Oeledo pun membaik. Mesin jahit, frezer pendingin, alat tenun, gergaji listrik dan industri rumahpun tumbuh dengan pesat. Rata-rata perbulan masyarakat desa Oeledo membayar listrik Rp.5.000 perbulan untuk daya 450 watt (tahun 1997).
Masalah Masyarakat Pesisir Saat ini
Masalah utama masyarakat pesisir yang tinggal di pulau terpencil adalah tidak tersedianya listrik, jadi masyarakat memanfaatkan hasil pertanian berupa kelapa dibuat kopra untuk minyak goreng dan dimanfaatkan sebagai obor atau bahan bakar lampu dinding serta ada juga yang sudah menggunakan minyak tanah untuk penerangan (lampu petromaks), tapi tidak sedikit masyarakat pesisir yang pernah menggunakan Generator Disel beralih ke penerangan tradisional karena mahalnya BBM (Dahuri, R., 1998).
Kondisi masyarakat yang bermukim pada daerah pesisir terutama pada pulau terpencil ini sangat terisolir karena lokasinya yang jauh dan sulit dijangkau, menyebabkan masyarakat pesisir terutama pulau terpencil memiliki keterisolasian yang tinggi dan keterbelakangan pembangunan. Sementara itu, perhatian pemerintah baik di pusat maupun daerah masih sangat rendah.
Menurut Dephan (2003) dan Dishidros TNI AL (2003) dan 17.504 pulau-pulau yang dimiliki Indonesia, terdapat 92 pulau-pulau kecil berada pada posisi terluar, 67 pulau di antaranya berbatasan langsung dengan negara tetangga sebagai pulau-pulau kecil perbatasan. Dan 67 pulau tersebut (28 pulau berpenduduk dan 39 pulau belum berpenduduk). Sedangkan 12 pulau di antaranya rawan penguasaan efektif oleh Negara lain. Kehidupan masyarakat yang ber-mukim pada 28 pulau yang berpenduduk, umumnya sebagai nelayan sehingga keterbelakangan dan kemiskinan akibat keterisolasian ini menjadi pemicu tingginya keinginan masyarakat setempat menjadi pelintas batas, guna memperbaiki perekonomiannya. Kesenjangan safana dan prasarana wilayah menjadi pemicu orientasi perekonomian masyarakat negara tetangga bagi masyarakat pesisir yang berbatasan langsung dengan negara tetangga seperti kasus Pulau Sebatik, misalnya aksebilitas ke Kota Tawao (Malaysia) lebih mudah dibandingkan aksebilitas ke Kota Nunukan.
Sosialisasi Pembangkit Listrik Tenaga Angin dan Matahari Untuk Masyarakat Pesisir
Kalau dilihat dan kondisi ekonomi masyarakat pesisir yang umumnya mengandalkan musim untuk menangkap ikan di laut, maka pendapatan penghasilan tiap bulan tidak menentu. Untuk itu perlunya sosialisasi pembangkit listrik tenaga angin dan matahari sebagai langkah awal bangkitnya kehidupan masyarakat pesisir untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang Adil dan Makmur (Pembukaan UUD 1945). Untuk mewujudkan impian masyarakat pesisir ini perlu kerjasama melalui kemitraan antara Instansi Kebaharian dalam mensosialisasikan Pembangkit Listrik Tenaga Angin dan Matahari seperti yang sudah beroperasi di Desa Oeledo, Nusa Tenggara Timur.
Pandangan kedepan untuk kemajuan seluruh masyarakat Indonesia perlu perhatian yang serius bagi masyarakat pesisir yang bermukim di pulau oleh pemerintah pusat, daerah dan TNI, dengan mensosialisasikan Pembangkit Listrik ini dalam rangka mengentaskan ketertinggalan saudara-saudara kita yang bermukim di pulau terpencil, karena mereka juga merupakan bagian dari masyarakat Indonesia dalam satu kesatuan NKRI.©
Tidak ada komentar:
Posting Komentar